ketika elang mencintai dara part 4
Rabu, 20 Maret 2013
0
komentar
Hubunganku dengan Lala hari ini membaik.
Pas pelajaran Bahasa Inggris tadi aku sempat melihat
Cakra melintas di depan kelasku.
Aku harus bicara sama Cakra. Menanyakan keadaan’y.
Lala nggak memperhatikan aku keluar kelas. Dia pasti akan
memanfaatkan waktu istirahat untuk ke perpustakaan. Dia juga masuk daftar siswa
binaan Pak Bambang yang bakal ikut olimpiade fisika.
Saat aku menyusuri koridor sekolah, aku berpapasan dengan
Pak Bambang. Di belakang’y ada Adzy yang seperti’y bakal siap2 ikut pembinaan
olimpiade lagi.
Aku berjalan dengan sangat hati2 sambil menunduk.
“Dara!” aku mendengar suara Adzy setengah berteriak. “Lo
ngapain jalan nunduk gitu? Ada yang jatuh?”
Buset dah.
“Dara, kamu tidak ke perpustakaan? Hari ini ada pembinaan
olimpiade fisika, kamu harus ikut.” Kata Pak Bambang kemudian.
“Saya mau cari bolpoin saya yang jatuh dulu, Pak.”
Kataku, seraya buru2 berjalan sambil menunduk lagi.
Setelah memastikan Pak Bambang dan Adzy berjalan lagi
menuju perpustakaan, aku berjalan cepat menuju tempat aku bisa menemui Cakra.
Di halaman belakang kelas XII itu aku melihat Cakra
sedang duduk sambil merokok..
“Cakra.” Sapaku.
Cakra menoleh ke arahku. Dia tampak begitu berantakan.
“Lo baik2 aja?” tanyaku.
“Gue baik2 aja.” Jawab Cakra datar. “Seharus’y gue yang
nanya ke lo, lo sendiri gimana? Elang udah becus ngejagain lo?”
“Kok lo nanya’y gitu sih?” tanyaku kaget. “Gue baik2 aja.
Dia udah ngejaga gue. Dan gue bersyukur ada dia kemarin.”
Cakra tersenyum tipis.
“Baguslah kalo gitu.” Ujar’y. “Sekarang lo mau ngapain ke
sini? Cuma mau nanya keadaan gue, atau mau nanya PR lagi?”
“Gue nggak ada PR. Gue cuma mau tau keadaan lo.” Kataku
agak kesal.
“Lo udah liat, kan? Gue baik2 aja.”
“Tapi yang gue liat, lo lagi nggak baik. Lo…”
“Udahlah, lo nggak usah perhatiin gue.” Potong Cakra.
“Kalo ada PR lagi, gue masih siap bantu lo.”
“Gue kan udah bilang, gue nggak ada PR dan gue nggak mau
nanya PR.” Kataku kesal.
“Awal’y gue pengin urusan lo sama gue cuma sebatas
ngerjain PR dari Pak Bambang yang jumlah’y seabrek itu dan ngajarin lo setiap
kali ada ulangan. Tapi kayak’y hubungan kita makin meluas.” Kata Cakra.
“Maksud lo?”
“Gue nggak pengin lo ngurusin keadaan gue.”
“Tapi gue kan temen lo…”
“Oh… jadi bener dugaan gue. Guru privat lo Cakra?” tiba2
aku mendengar suara Adzy.
Aku melihat Adzy berdiri tegak memandangku dengan tatapan
mengancam.
Dia pasti menguntit aku.
“Adzy?” aku memekik kaget.
“Kenapa? Kaget? Siapa lagi yang ngajarin lo dengan cara2
nyeleneh, tanpa aturan, dan bikin lo masuk daftar siswa yang bakal ikut
olimpiade fisika, kalau bukan cowok ini?” Tanya Adzy dingin.
Aku baru kali ini melihat tampang Adzy seperti itu.
“Kalo lo nggak berkenan gue jadi guru privat adik lo, gue
bersedia mundur.” Kata Cakra enteng. “Gue males berurusan sama lo, Zy. Terlalu
banyak yang lo ambil dari gue.”
Apa maksud perkataan Cakra itu?
“Gue nggak merasa ngambil apa2 dari lo.” Kata Adzy tegas.
“Tapi baguslah, lo bersedia mundur. Karena gue bisa ngajarin adik gue sendiri.
Dan gue minta sama lo, jangan deketin adik gue.”
“Adzy!” aku memekik kaget. “Lo nggak bisa kayak gitu. Gue
masih mau temenan sama Cakra!”
Adzy menarik tanganku dan membawaku menjauh dari Cakra.
“Adzy!” aku setengah berteriak. Kulihat Cakra sedikit
terkesima melihat Adzy kasar padaku.
Adzy terus menarik tanganku sampai di sudut koridor
sekolah. Di situ dia berhenti dan menatapku dengan galak. Aku merasa begitu
takut membalas tatapan’y.
“Gue kasih tau elo, jangan deket2 Cakra lagi! Dia bukan
cowok yang baik buat lo!” kata’y.
“Tapi…”
“Nggak ada tapi2! Kali ini lo harus denger apa kata gue!”
“Lo ngomong gitu karena lo nggak suka sama Cakra, kan?
Karena Cakra pernah nyakitin Lala, kan? Tapi dia nggak nyakitin gue, Zy! Dia
baik sama gue!” kataku memberanikan diri.
“Dia baik karena ada mau’y!” Adzy berkata keras. Wajah’y
memerah. Dia membentakku. Sebelum’y dia nggak pernah membentakku.
Tanpa kusadari aku mulai meneteskan air mata.
“Adzy! Dara!”
Kemudian kudengar suara Elang. Dia berseru seraya
mendekatiku dan Adzy. Begitu melihatku menangis, tanpa basa-basi dia mengajakku
menjauh dari Adzy. Aku merasa Elang menjadi penyelamatku. Hari ini aku benar2
kecewa pada Adzy.
Kenapa harus Elang yang menyelamatkanku?
Elang menghapus air mata yang mengalir di pipiku. Kami
berada di depan ruang kelas XII yang sudah sepi karena sudah jam bubaran
sekolah.
“Adzy lagi marah sama lo?” Tanya Elang.
Aku hanya mengangguk pelan.
“Adzy marah karena dia sayang sama lo, Ra. Dia khawatir
sama lo.” Elang berusaha menghibur.
“Tapi nggak gini cara’y, Lang.” kataku. “Dia nggak berhak
ngelarang gue tanpa alasan yang jelas untuk ketemu Cakra. Kenapa semua orang
berpikiran buruk sama Cakra?”
Aku menangis semakin tersedu-sedu.
“Adzy khawatir lo deket sama Cakra.” Kata Elang. “Adzy
nggak mungkin ngelarang lo tanpa alasan, pasti ada suatu hal yang mungkin lo
belum tau dan Adzy belum mau bilang ke lo.”
“Apa lagi, Lang? Apa lagi yang harus dia bilang?” tanyaku
kesal.
Elang kelihatan bingung.
“Kayak’y lo butuh waktu untuk menenangkan diri deh, Ra.
Lo mau ke mana? Biar gue anter. Sebaik’y lo jangan ketemu Adzy dulu. Biar
kalian sama2 cooling down dulu.” Kata Elang akhir’y.
“Gue mau ketemu Lala.” Kataku pendek.
“Oke. Tapi Lala lagi pembinaan olimpiade fisika. Kita
tunggu aja ya, sambil mendinginkan kepala dulu.”
Elang kemudian mengajakku ke kantin sekolah. Melihat aku
diam, Elang juga terdiam. Sampai akhir’y dia membeli minuman untuk kami berdua.
Dia memberiku cokelat dingin.
“Minum dulu gih, cokelat bakalan bikin lo lebih tenang.”
Kata’y.
Aku meneguk cokelat dingin itu.
“Gimana? Enak, kan?” Tanya Elang.
“Lumayan.” Jawabku pelan.
Aku masih heran kenapa Elang sebegitu perhatian’y sama
aku.
“Lala selesai jam berapa, La?” Tanya Elang lagi.
Aku melirik jam tanganku.
“Sekitar setengah jam lagi. Eh, Elang, gue boleh nanya
sesuatu nggak sama lo?”
“Tanya apa?”
“Kenapa sih lo selalu muncul di saat gue ada masalah?”
Elang terdiam cukup lama.
Aku merasa ada sesuatu yang lain. Tapi aku juga nggak
berani terlalu ge-er.
“Ng… kebetulan aja.” Sahut Elang.
“Kebetulan? Lo nggak sekadar muncul aja, Lang. Tapi lo
juga perhatian ke gue, bahkan kemarin lo berusaha melindungi gue. Apa karena
gue adik Adzy?”
“Yah, itu salah satu alasan.” Jawab Elang pendek.
“Cuma karena gue adik Adzy?” tanyaku lagi.
Elang menatapku tajam.
“Kenapa lo jadi cerewet gini  sih?” tanya’y.
“Yah… Gue pengin nanya aja. Abis’y lo selalu muncul di
saat gue lagi kesulitan atau ada masalah. Aneh aja.” Kataku.
“Apa’y yang aneh?” Tanya Elang.
“Ya lo aneh aja, ada di deket gue terus.” Jawabku agak
ketus.
“Jadi menurut lo ada alasan lain?” kali ini tampang Elang
tampak kayak orang menyelidik.
Aku jadi salah tingkah. “Ya siapa tau.”
Elang tersenyum tipis. “Jangan ge-er lo.” Kata’y
kemudian.
“Siapa yang ge-er? Gue kan cuma nanya.” Kataku berkelit.
“Kemampuan menganalisis lo rendah banget sih.” Ujar
Elang.
Nyebelin banget.
“Lo tuh kenapa sih, Lang? Gue kan lagi sedih. Masa lo mau
ngeledekin gue lagi? Lo kan udah janji nggak bakal ngeledekin gue lagi sejak lo
ngebogem gue sampai pipi gue biru2!” kataku berapi-rapi.
“Oke2… Maaf… Gue kelepasan.” Kata Elang sambil nyengir.
Aku mendengus.
Setelah itu kami terdiam lagi. Elang sibuk main game di
HP’y.
Seorang cewek mendekat ke arah Elang. Dia mengenakan baju
cheerleaders sekolah.
SASHA.
Dia sekarang duduk di sebelah Elang.
“Hai, Lang! Lagi ngapain?” Tanya Sasha kecentilan. Dia
melirikku selama beberapa detik. Seperti’y dia nggak suka aku di dekat Elang.
“Lang, kok diem aja sih? Kamu lagi ngapain?” Tanya Sasha
lagi.
“Lo nggak liat gue lagi ngapain?” ujar Elang ketus.
“Lang, aku ada PR matematika nih. Ajarin dong… Aku nggak
ngerti.” Kata Sasha seraya lebih mendekatkan diri’y ke Elang.
Elang spontan menggeser badan’y menjauh dari Sasha. “Lo
tanya Dara aja.” Kata Elang pendek.
Spontan mataku melotot.
Sasha memandangku dengan tatapan nista.
“Dia?” Tanya Sasha seraya menatapku.
But it’s okay. Lo boleh melecehkan gue. Tapi lo harus
nyadar lo lebih bego daripada gue! Batinku.
“Iya, Dara.” Sahut Elang. “Dia adik’y Adzy. Nggak kalah
pinter kok dari kakak’y.”
Aku senang Elang memujiku.
“Ih wow!! Adik’y Adzy, ya? Kok gue nggak tau ya? Hmm…
keliatan’y lo kurang populer dibanding kakak lo, ya?” ujar Sasha dengan mimik
menyebalkan.
Elang menghentikan permainan’y.
“Lo berisik juga, ya?” Tanya Elang sebal. “Dara nggak
perlu pamer kalo dia pinter. Itu mending dibandingin elo, populer tapi otak lo
nggak ada isi’y.”
Hahahahaha… AKu tertawa dalam hati. Elang ada di pihakku.
Aku melihat tampang Sasha kayak anak kecil yang nggak
dibeliin permen sama ortu’y. Lala datang dengan tampang setengah kaget.
“Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?” Tanya Sasha jutek
ke Lala.
“Abis’y tampang lo aneh gitu.” Jawab Lala polos.
“Aneh? Eh, lo tuh yang aneh! Cewek aneh!” balas Sasha.
“Sebaik’y lo ngaca, liat tampang lo sekarang!” Lala nggak
mau kalah.
“Kurang ajar lo! Berani lo sama gue? Awas ya, gue dan tim
cheerleaders nggak akan ngedukung tim basket putri!”
“Oh, silakan! Gue nggak butuh cheerleaders idiot kayak
lo!”
“Apa lo bilang?” wajah Sasha memerah.
“Udah2! Nggak usah ribut!” Elang berusaha melerai. “Sha,
lo pergi aja deh. Lo biang keributan di sini.”
“Tapi, Lang…”
“Pergi kata gue!” Elang berusaha tegas.
Dengan berat hati Sasha beranjak pergi.
“Dasar cewek aneh!” Lala mendengus.
“Biarin aja.” Kata Elang. “Lo temenin Dara dulu gih.”
“Lo kenapa, Ra?” Tanya Lala. “Lo abis nangis? Mata lo
sembap gitu.”
“Adzy, La…” kataku terbata-bata.
“Hmm… gini aja deh. Mungkin lo nggak bebas curhat kalo
masih ada gue di sini.” Kata Elang. “Gue tunggu di mobil, oke?”
Elang kemudian beranjak pergi, spontan air mataku jatuh.
Lala tanpa ragu2 memelukku.
“Tenang, Ra.” Kata’y.
Lala mendengar ceritaku setengah nggak percaya.
“Gimana perasaan lo sekarang?” Tanya Elang.
Cowok itu mengantarku pulang.
“Gue masih kepikiran.” Jawabku.
“Udahlah, kebenaran pasti akan terungkap.” Kata Elang.
“Maksud lo?” tanyaku. Dia membalas ekspresiku yang
bingung dengan tatapan’y yang tajam. Kemudian aku merasa pipiku memerah.
Elang menatapku terus. “Lo nggak ngerti?” tanya’y
kemudian.
Aku mengangguk pelan.
“Suatu saat nanti lo bakalan tau yang benar kayak apa.”
Kata Elang. “Masa gitu aja nggak ngerti. Muka lo merah tuh!”
Aduh… aku nggak boleh ketahuan kalo aku lagi grogi plus
malu2 kucing dilihatin Elang kayak gitu.
Kini pandangan’y fokus ke jalan.
Aku sampai rumah dengan perasaan yang nggak menentu. Aku
melihat mobil Adzy terparkir di garasi. Dia sudah pulang.
“Lo nggak usah khawatir, Ra. Nggak usah takut. Adzy kan
kakak lo, nggak mungkin dia nyelakain lo.” Elang menenangkanku. “Atau perlu gue
anter lo masuk rumah?”
“Nggak usah.” Kataku cepat.
“Beneran?” Tanya Elang.
Aku sebenar’y ragu.
Elang langsung keluar mobil lalu menarik tanganku keluar
dari mobil.
“Ayo, gue temenin masuk rumah.” Kata’y.
Aku mengikuti ajakan’y.
Tanpa mengetuk pintu dulu, Elang membuka pintu ruang
tamu. Lagak’y seperti tuan rumah. Aku sempat membayangkan Adzy akan mengamuk
begitu aku masuk. Tapi ternyata di dalam rumah aku tidak melihat siapa pun.
“Rumah lo sepi, ya.” Kata Elang. “Lo tau bokap-nyokap lo
ke mana?”
“Papa paling masih di kantor.” Sahutku. “Kalo Mama gue
nggak tau. Biasa’y jam segini Mama nonton acara gossip di TV. Tapi kayak’y lagi
nggak ada.”
“Lo mau gue temenin dulu?” tanya’y kemudian. “Sambil
nunggu nyokap lo pulang.”
Hah? Nemenin aku? Lagi?
“Dara? Lo nggak apa2?” Elang mengibas-ngibaskan tangan’y
di depan wajahku.
“Eh, gue nggak apa2.” Sahutku cepat.
“Gue barusan nanya…”
“Nggak usah. Lo nggak usah nemenin gue.” Potongku cepat.
Tiba2 saja Elang memandangku dengan tatapan’y yang keren
itu.
Sebentar lagi dia bakalan tahu isi pikiranku.
“Lo jangan mikir gue terlalu perhatian sama lo ya.”
Kata’y.
Tuh kan!
“Dara, gue khawatir aja kalo terjadi apa2 sama lo, soal’y
orangtua lo lagi nggak ada di rumah. Entar kalo Adzy marah2 lagi sama lo
gimana? Kan jadi ribut.” Ujar Elang.
“Ng… gue nggak apa2 kok…” kataku. “Lo pulang aja,
istirahat. Makasih banget udah bantu gue.”
Elang menghela napas panjang.
Suara derap langkah dari tangga.
Adzy.
Dia kelihatan terburu-buru. Dengan cepat dia keluar
rumah.
“Hey, sob! Mau ke mana lo?” Tanya Elang setengah
berteriak. “Buru2 amat!”
Adzy hanya melambaikan tangan.
“Menurut lo Adzy aneh nggak?” Tanya Elang.
“Banget.” Sahutku.
Elang kemudian bergegas keluar.
“Eh, lo mau ke mana?” tanyaku spontan.
“Mau ngikutin Adzy.” Jawab Elang.
“Elang, gue ikut!” kataku spontan.
Aku kembali masuk ke mobil Elang.
Elang langsung tancap gas.
Elang seperti’y agak berhati-hati menguntit Adzy.
“Duh… Adzy mau ke mana ya?” gumamku.
Elang nggak menanggapi. Nggak lama kemudian Adzy
seperti’y mengurangi kecepatan. Elang tiba2 menghentikan laju mobil’y, kemudian
memarkirkan’y di pinggir jalan dekat penjual bubur ayam.
“Kok berhenti sih?” kataku nyerocos.
“Kalo kita ikutan terus ntar ketahuan, bego.” Kata Elang.
Di saat2 kayak gini dia masih bisa bilang aku bego?
“Yuk, jalan…” ajak’y kemudian.
“Jalan?” aku memekik.
“Dara, kalo mau ikutan Adzy, sekarang kita harus jalan
kaki.” Kata Elang berusaha sabar. “Kalo lo tetep naik mobil, kita bakal
kelihatan mencolok. Lo udah ngerti? Adzy kayak’y udah berhenti tuh.”
Elang menunjuk ke suatu tempat. Kayak’y tempat itu
lapangan basket.
“Ayo cepet turun.” Ajak Elang.
Aku mengikuti Elang yang berjalan agak cepat.
“Lang, bisa pelan2 nggak sih?” gerutuku sedikit sebal.
“Nggak bisa.” Kata Elang pendek. Dia kemudian meraih
tangaku dan menuntunku agar mengikuti’y.
Aku dan Elang sampai di parkiran lapangan basket.A“Kok
berhenti sih?” kataku nyerocos.
“Kalo kita ikutan terus ntar ketahuan, bego.” Kata Elang.
Di saat2 kayak gini dia masih bisa bilang aku bego?
“Yuk, jalan…” ajak’y kemudian.
“Jalan?” aku memekik.
“Dara, kalo mau ikutan Adzy, sekarang kita harus jalan
kaki.” Kata Elang berusaha sabar. “Kalo lo tetep naik mobil, kita bakal
kelihatan mencolok. Lo udah ngerti? Adzy kayak’y udah berhenti tuh.”
Elang menunjuk ke suatu tempat. Kayak’y tempat itu
lapangan basket.
“Ayo cepet turun.” Ajak Elang.
Aku mengikuti Elang yang berjalan agak cepat.
“Lang, bisa pelan2 nggak sih?” gerutuku sedikit sebal.
“Nggak bisa.” Kata Elang pendek. Dia kemudian meraih tangaku
dan menuntunku agar mengikuti’y.
Aku dan Elang sampai di parkiran lapangan basket. Adzy
saat ini sedang berdiri di tengah lapangan. Seperti’y dia sedang menunggu
seseorang.
“Adzy ngapain ya?” gumamku.
Elang nggak menyahut. Elang menarik tanganku dan
memaksaku bergeser agak mepet ke mobil.
“Ada yang dating.” Bisik Elang sambil menunjuk ke arah
orang yang datang.
“Cakra?” aku langsung memekik kaget.
Elang langsung mendekap mulutku.
“Jangan berisik.” Kata’y. “Kalo terpesona sama Cakra
jangan lebay gitu.”
Kalau saja dia nggak membekap mulutku, aku ingin berkata.
“Gue nggak lagi terpesona. Gue kaget, bego!”
Kami sama2 mengintip dari balik mobil. Dengan kesal aku
meronta-ronta agar Elang melepaskan tangan’y.
Akhir’y mulutku bebas.
“Sekarang lo jangan berisik lagi, kita dengerin
pembicaraan mereka.” Bisik Elang.
“Kenapa? Lo mau ngajakin gue berantem?” aku mendengar
Cakra berkata begitu. Senyum sinis terukir di wajah’y.
Adzy membalas senyum Cakra dengan sinis juga.
“Gue cuma mau ngasih tau lo sekali lagi, jangan coba2
deketin adik gue lagi!” kata Sdzy.
“Deketin adik lo? Apa nggak salah? Eh, man! Gue nggak
pernah deketin adik lo!” kata Cakra setengah berteriak.
“Terus apa nama’y kalo lo nggak deketin adik gue?” balas
Adzy setengah berteriak. “Lo pasti nyari2 kesempatan! Lo ajarin Dara bikin PR,
terus lo cari2 perhatian dia dan akhir’y lo deket sama dia! Itu apa nama’y?”
Cakra tersenyum tipis.
“Adzy, lo tau nggak, adik lo tuh yang deketin gue.”
Kata’y.
Aku nggak percaya Cakra bisa ngomong kayak gitu. AKu kan malu.
“Yang dibilang Cakra itu bener?” Tanya Elang tiba2.
“Nggak! Nggak bener!” jawabku cepat2.
Kami kemudian kembali menguping.
“Nggak mungkin.” Teriak Adzy. “Kalo lo nggak cari
perhatian dia, dia nggak akan deket2 sama lo! Lo pasti punya maksud! Lo cuma mau
manfaatin adik gue aja, kan? Jawab!”
“Nah, sekarang lo udah ngerti. Ya! Gue emang punya
maksud!”
Aku menahan napas dengan geram.
“Kenapa lo lakuin ini semua?”
“Karena lo udah ngerampas semua milik gue!”
Aku tercengang.
“Lo udah ambil semua’y, Zy!” Cakra berteriak.
Adzy terdiam.
“Lo punya semua yang mesti’y bisa jadi punya gue! Lo
selalu menjadi nomor satu! Lo selalu dapet pujian! Semua orang memuja lo, lo
punya semua’y! Lo populer! Lo juara olimpiade fisika! Dan lo juga ambil Lala
dari gue!” teraik Cakra. “Udah puas lo?”
“Tapi gue nggak ngerampas itu dari lo!” Adzy balas
berteriak.
“Lo ambil semua’y dari gue! Seharus’y gue yang jadi
juara! Tapi sejak lo hadir di kehidupan gue, semua’y hilang dari tangan gue!”
“Lo salah!”
“Nggak! Lo tau kenapa gue deketin adik lo? Gue pengin lo
tau gimana rasa’y kehilangan! Nggak dianggep!”
Tanpa sadar aku menggeram. Spontan Elang memegang bahuku.
“Nggak. Gue nggak salah paham. Lo tau gimana rasa’y
dicemoh, diremehkan, nggak dianggep?”
“Itu karena diri lo sendiri. Lo iri sama gue. Lo sendiri
yang bikin orang2 sebel sama lo dengan tingkah lo yang slengean!” sahut Adzy
emosi.
“Ya! Gue iri sama lo! Lo hebat, Zy! Gue salut!” Cakra
lalu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan.
“Gue sekarang prihatin sama lo. Lo emang menyedihkan!”
kata Adzy.
“Ya, gue emang menyedihkan. Gue kalah!” Cakra lalu
berlutut.
Tiba2 saja aku bangkit berdiri.
“Ra, lo mau ngapain?” Tanya Elang terdengar panik.
Aku berjalan cepat ke arah Cakra.
“Brengsek lo ya!” bentakku ke Cakra.
Cakra juga kaget melihatku muncul.
“Udah puas lo?” bentakku lagi.
Ckara hanya diam memandangku.
“Ra! Udah, Ra! Lo nggak usah marah2 gitu!” tiba2 Elang
menarik lenganku.
“Asal lo tau, lo tuh cowok paling brengsek yang pernah
gue kenal! Gue benci sama lo! Gue benci!” teriakku seraya meronta karena Elang
belum juga berhenti berusaha menarikku pergi. “Lepasin gue, Lang! Gue belum
puas marah2!”
“Tahan emosi lo!” kata Elang. “Nggak ada guna’y lo
marah2!”
Akhir’y aku menyerah.
Sebelum Elang berhasil menjauhkan aku dari Cakra, aku
sempat berteriak.
“Cowok brengsek lo!”
Adzy berlari menyusul kami.
“Dara.” Kata’y.
“Adzy, maafin gue.” Kataku seraya memeluk kakakku itu.
“Maafin gue, Zy. Gue salah.”
Spontan aku menangis. Adzy kemudian mengelus lembut
kepalaku.
“Gue yang seharus’y minta maaf, gue udah ngebentak lo
tadi siang.” Kata Adzy. “Udahan dong, lo jangan nangis.”
Aku melepas pelukan Adzy.
“Abis’y gue sebal!” gerutuku.
“Tapi lo udah ngeluapin emosi lo, kan? Gue kaget lo bisa
ngomong kasar kayak tadi.” Kata Adzy sambil tersenyum tipis. “Tapi nggak apa2,
gue rasa Cakra emang pantes ngedapetin’y.”
Aku tersenyum senang.
“Pulang yuk.” Ajak Adzy. “Lang, makasih ya. Lo udah
ngejagain Dara. Biar Dara pulang sama gue aja.”
“Sama2, sob!” kata Elang sambil tersenyum.
Hatiku lega. Sampai di rumah nanti aku akan menelepon
Lala.
***
0 komentar:
Posting Komentar