ketika elang mencintai dara part akhir
Rabu, 20 Maret 2013
0
komentar
Semakin lama semua terasa semakin menyakitkan saja.
Setiap menengok ke jendela kelas, aku selalu melihat sosok Elang yang berjalan
beriringan bersama Safira. Aku jadi semakin yakin, Elang sudah bisa menerima
Safira lagi.
Aku benci melihat’y.
“Ra… Kayak’y Elang sama Safira jadian, ya? Patah hati
gue, Ra…” ujar Farah. “Lo nggak patah hati, Ra? Gue sih nggak rela, Ra… Lo juga
nggak rela kan, Ra…?”
Farah ngomong apaan sih? Aku sedang tidak ingin mengobrol
dengan’y. Daya mata tangkap Bu Mira terlalu jeli. Bisa2 aku kena semprot. Aku
biarkan saja Farah menggumam sendiri.
“Ra… gue nggak rela.” Gumam Farah.
Aku diam saja.
Sampai jam bubaran sekolah, aku masih mendiamkan Farah.
Seperti’y dia kesal aku cuek pada’y.
“Ra! Tadi kok lo ngacangin gue sih?”
“Farah, kalo gue ngeladenin lo, Bu Mira bisa ngomelin
kita. Lo tau kan omelan’y Bu Mira kayak apa? Bisa2 kelas sebelah juga ikutan
denger.” Kataku nggak kalah sebal.
“Tapi lo suka kan sama Elang?” Tanya Farah dengan tatapan
menyelidik.
“Apa?” aku balik bertanya karena sedikit shock.
“Lo suka kan sama Elang? Kenapa sih, Ra, mesti
ditutup-tutupin? Anak2 pada ngegosip elo deket sama Elang, tapi sekarang gosip
itu udah nggak kedengaran lagi sejak Safira muncul. Lo beneran suka sama
Elang?”
“Plis deh, Farah. Gue…”
“Ra, kalo lo suka sama Elang, seharus’y lo nggak boleh
biarin Elang deket sama Safira…”
“Itu bukan urusan gue.” Potongku.
“Jelas urusan lo! Elang kan suka’y sama lo, bukan sama
Safira.”
“Apa?” kali ini aku lebih kaget lagi.
“Elang tuh suka’y sama lo! Lo gimana sih? Keliatan, Ra…
Dari cara dia ngeliatin lo, gimana gitu… Terus cuma lo yang bisa deket dan
akrab sama Elang. Masa lo nggak nyadar sih?”
Farah menatapku srius.
“Gue rasa lo harus mempertahankan cowok secakep Elang.
Kalo gue jadi elo, gue jambak2 tuh rambut’y Safira.” Ujar’y.
“Lo nggak kesel sama gue?” tanyaku. Soal’y Farah kan fans
berat Elang.
“Nggak. Gue malah ngedukung. Gue cuma ngefans. Gue nggak
ngarep Elang jadi cowok gue. Tapi kalo jadi cowok gue, ya syukur. Menurut gue,
lo cocok sama Elang.”
“Nggak. Gue nggak cocok. Dia cocok’y sama Safira.”
Tukasku.
“Lo cocok lagi sama dia.”
“Nggak, Far! Nggak!”
“Ya udah, terserah. Tapi jangan nyesel ya, kalo besok2 lo
ngeliat Elang ciuman sama Safira.”
Ciuman? Separah itukah yang harus aku lihat?
Farah berlalu.
“Lo denger, kan? Farah aja ngedukung lo sama Elang.” Kata
Lala yang tiba2 saja berdiri di sampingku. “Gue hari ini ada latihan basket. Lo
pulang duluan aja sama Adzy.”
“Terus, lo gimana? Nggak mau gue tungguin?” tanyaku.
“Nggak usah. Kasian lo kelamaan. Ntar biar gue pulang
sendiri, nggak apa2 kok.” Sahut Lala. “Gue duluan ya.”
Lala menenteng tas’y ke luar kelas.
Aku menghela napas panjang. Entah kenapa aku merasa malas
sekali hari ini.
Aku keluar kelas dengan langkah gontai. Nggak lama
kemudian handphone-ku berbunyi. Ada SMS masuk dari Adzy.
Dara… sori. Gw gk bs plg cepat. Gw ada latihan soal fisika sm Pak bambang. Olimpiade
tggal bntr lg. Jd plgny agak telat. Lo mw nunggu? Ato plg duluan?
Menunggu itu membosankan. Kalo pulang duluan, aku pulang
sama siapa? Naik angkot. Walaupun sebelum’y aku nggak pernah pulang naik
angkot.
Begitu aku sampai di gerbang sekolah dan
celingak-celinguk ngeliatin angkot, Cakra menghampiriku. Hari ini dia membawa
motor gede’y.
“Pulang sendiri, Ra?” tanya’y.
“Iya, lagi nyari angkot.” Sahutku.
“Tumben. Adzy mana?” Tanya Cakra lagi.
“Lagi latihan soal, buat persiapan olimpiade.”
“Oh… gue anter lo pulang, ya?”
“Hah?”
“Gue anter lo pulang, gimana?”
Aku berpikir sejenak.
Tapi kemudian konsentrasiku terpecah, mobil Elang
melintas di depanku. Aku melihat Elang dengan jelas di mobil. Dia sedang
melihat ke arahku.
“Oke deh! Lo anterin gue pulang, ya?”
Spontan aku naik ke motor Cakra dan Cakra sedikit kaget.
Aku melihat senyum menghiasi wajah Elang dan mobil’y melaju kencang. Aku nggak
mengerti kenapa Elang tersenyum.
***
Oh God… aku masih nggak percaya dengan apa yang aku
dengar sepulang sekolah tadi. Cakra mengatakan sesuatu.
“Ra, besok malem lo ada acara? Kita jalan yuk, gue
traktir lo makan malam di tempat paling romantis, gimana?”
Aku hanya menatap’y dengan tampang bego. Aku hanya diam,
Cakra lalu tersenyum kemudian berlalu begitu saja. Dia SMS aku. Aku harus
menjawab iya atau nggak?
Setelah aku pikir2… Cakra sekarang sudah jauh lebih baik.
Jadi ajakan ini nggak boleh dilewatkan.
Segera aku kirim SMS.
Gw bsok gk ada acara… oke deh. Jmput gw bsok, makasi uda ngajak makan
malam…
I don’t believe it…
Cakra benar2 datang menjemputku!
Entah kenapa sebelum Cakra datang, aku ingin sekali
dandan secantik mungkin. Aku memakai gaun warna kuning lembut yang Mama belikan
untukku.
Aku juga pakai makeup! Mama yang bantuin aku. Mama juga
menata rambutku.
“Kamu cantik, Ra. Ini baru anak Mama.” Kata Mama setelah
menata rambutku. Rambutku dikeriting pada bagian ujung’y. Aku jadi merasa
seperti boneka di kotak musik.
Sampai akhir’y Cakra menjemputku. Dan dia juga bilang.
“Dara, lo cantik banget! Sumpah!”
Hari ini Cakra juga keren. Dia memakai kameja kotak2
berwarna gelap dan celana jins.
Adzy pun melihatku dengan tampang nggak percaya.
“Ra, itu elo?” tanya’y.
Adzy seperti’y kurang suka aku pergi sama Cakra, sebelum
kami pergi dia mengatakan. “Cakra, jaga adik gue baik2.”
Cakra kali ini membawa mobil sport’y.
“Kok diem aja, Ra?” Tanya Cakra seraya menyetir mobil.
“Lo lagi mikirin apa?”
“Ng… nggak kok. Gue uma heran, tumben lo ngajakin gue
makan.” Sahutku agak ragu.
“Gue pengin ngajakin lo makan karena sesuatu, Ra. Ntar
juga lo tau sendiri.” Ujar Cakra.
“Sesuatu apa?” desakku.
“Ada deh.” Sahut Cakra tersenyum. “Sesuatu yang lo
tunggu2 pasti’y.”
Emang’y dia tahu sesuatu yang sedang aku tunggu2?
Cakra berbelok ke sebuah restoran yang belum pernah aku
kunjungi. Restoran itu bergaya etnik dan kelihatan’y sangat cocok untuk candle
light dinner.
“Lo belum pernah ke sini, kan? Maka’y enak lho. Gue udah
booking tempat tadi.” Kata Cakra seraya menuntunku masuk restoran.
Kami berjalan beriringan menuju meja yang sudah di
booking Cakra.
“Lo suka tempat’y?” Tanya Cakra.
“Iya. Gue suka. Dulu Papa pernah nunjukin gambar restoran
bergaya etnik di majalah. Sejak itu gue jadi suka sama gaya etnik. Kesan’y
natural.” Sahutku sambil melihat ke sekelilingku.
It’s very beautiful candle light dinner…
Cakra memesan orange juice untuk kami berdua.
“Ra, gue ke belakang dulu ya.” Kata Cakra. “Nggak lama
kok.”
Dia kemudian berjalan menuju toilet.
Kenapa Cakra lama banget di toilet? Sekitar sepuluh menit
aku menunggu’y, tapi dia nggak kunjung muncul.
Beberapa detik menunduk, aku merasa ada seseorang yang
duduk di depanku. Aku siap2 mengomel pada’y.
“Cakra, lo lama… banget…”
Aku terpaku. Suaraku melemah saat aku melihat sosok yang
sedang duduk di depanku.
“Hai, Dara…”
ELANG!!!
Elang duduk di depanku dan menyapaku dengan senyum’y.
“Elang? Lo…” aku nggak sanggup melanjutkan kata2ku.
“Cakra mana?” tanyaku spontan.
Elang tersenyum. Manis sekali.
“Kenapa lo ada di sini?” tanyaku lagi. “Lo Elang, kan?”
pertanyaan bodoh terlontar dari mulutku.
“Lo kenapa sih, Ra? Iya, ini gue. Gue ke sini untuk
ketemu sama lo. Buat dinner.” Kata Elang tenang.
“Maksud lo?”
“Ini semua rencana Cakra.”
“Apa?” aku memekik kaget.
“Cakra yang bikin ini semua.” Kata Elang tetap tenang.
“Buat apa?” tanyaku.
“Buat ngebantu gue untuk mengutarakan perasaan gue ke
elo.” Jawab Elang.
DEG. Jantungku berdegup kencang.
Tiba2 saja Elang meraih kedua tanganku dan menggenggam’y
erat. Belum lagi tatapan Elang yang begitu tajam.
“Mungkin gue terlalu lama memendam rasa gue, Ra.” Kata
Elang lagi. “Lo masih inget kejadian waktu di kantin dulu? Waktu gue mergokin
lo nggak bisa ngerjain soal fisika?” Elang berhenti sejenak. “Waktu itu lo
bener2 bikin gue penasaran. Dan gue semakin penasaran begitu lo bilang kalo lo
adik’y Adzy.”
Tanganku sudah lemas dalam genggaman Elang.
“Lo mungkin sering merasa gue ngikutin elo dan selalu
muncul di saat2 yang nggak lo duga. Gue emang ngikutin lo, Ra. Lo masih inget,
gue maksa lo ngajakin ke kantin? Itu karena gue nggak mau lo ketemu Cakra. Gue
selalu khawatir setiap merhatiin gerak-gerik lo kalo ketemu Cakra. Lo juga
masih inget kan, gue juga ngikutin lo pas lo sama Cakra nonton konser
underground? Itu karena gue khawatir banget sama lo…”
Jadi selama ini, Elang benar2 memperhatikan aku?
“Dan gue takut banget waktu Safira bikin ulah. Gue takut
lo salah paham. Gue sama Safira nggak ada hubungan apa2…”
“Tapi lo sering jalan sama dia.” Potongku.
“Lo tau kenapa? Gue pengin tau reaksi lo, Ra…”
Pengin tahu reaksiku?
“Ternyata kedekatan gue sama Safira bikin lo jadi deket
sama Cakra.” Kata Elang pelan. “Dan itu bikin gue marah sama diri gue sendiri.
Kenapa gue harus ngelakuin hal itu kalo ternayat bikin lo malah deket sama
Cakra?”
Aku sanggup berkata apa2.
“Gue pengin tau, apa lo juga ngerasain hal yang sama
kayak gue. Gue minta maaf sama lo. Mungkin gue terlalu lama untuk bilang kalo
gue…”
“Gue sayang sama lo, Ra. Gue cinta sama lo…”
Aku merasa jantungku sudah copot. Elang menatapku dalam.
“Maaf kalo selama ini gue bikin lo sebel. Tapi setelah
ini gue janji nggak akan bikin lo sebel lagi.” Kata’y lembut.
Elang menggenggam tanganku semakin erat.
“Dara, kamu mau nggak jadi pacar aku?”
Aku semakin lemas.
Aku mencoba bicara. “Elang, aku…” aku nggak sanggup
melanjutkan kata2ku.
“Aku juga sayang sama kamu…” akhir’y aku mengatakan juga.
Aku tertunduk malu.
Perlahan aku mengangkat wajahku. Senyum lebar menghiasi
wajah Elang. Dia benar2 tampan.
“Makasih, Ra! Makasih!” seru’y senang.
***
Dear Dara,
Gimana, Ra? Lo seneng kan dengan surprise yang gue kasih ke elo? Tapi gue
yakin, yang lo tunggu2 akhir’y terjadi juga, kan?
Tapi… sori kalo gue bikin lo kaget dan mungkin shock, hehe…
Gue mau minta maaf kalo gue penah ngecewain lo.
Gue mau berterima kasih ke lo, karena lo udah bikin gue berubah. Gue
berusaha ngejauhin rokok dan minuman keras yang selama ini jadi teman setia
gue. Dan yang paling penting, gue sekarang udah nggak pernah berantem lagi.
Gue harus ngomong sori lagi nih, Ra. Gue mau pamit ke elo. Gue harus pergi
ke Amrik. Mungkin saat lo baca surat ini, gue lagi terbang ke Amrik. Gue pergi
mungkin… yah, kira2 setaunan, kalo semua’y beres.
Okay, I think that’s enough… Semoga lo bahagia sama Elang, awet sampe
kakek-nenek. Amien…
Your rebel friend,
Cakra
Aku tercengan membaca surat yang dititipkan Cakra untukku
lewat Elang. Setelah kemarin aku melewati malam yang begitu indah bersama
Elang, Cakra nggak muncul lagi di hadapanku.
Kenapa dia harus pergi ke Amrik?
“Kenapa?” gumamku.
Elang merangkul pundakku dengan lembut.
“Cakra harus pergi, Ra. Tapi kita harus doain yang
terbaik untuk dia. Dia udah ngelakuin sesuatu yang berarti buat kita.” Kata
Elang.
“Tapi kenapa dia harus pergi? Kenapa dia nggak ngasih tau
alasan’y apa?” tanyaku.
Elang diam.
“Kenapa, Lang?” tanyaku lagi.
Elang menatapku dengan lembut.
“Cakra sakit.” Kata’y. “Dia harus berobat.”
“Sakit?” pekikku pelan.
“Iya… Rokok dan minuman keras berlebihan sudah merusak
hati dan ginjal’y. Maka’y, kita doain biar Cakra cepat sembuh.” Kata Elang
pelan. “Kita masih bisa kirim e-mail kok atau chatting, kan ada Facebook,
Twitter, YM… Jadi kamu nggak usah kuatir.”
Elang tersenyum. Manis sekali.
Hatiku memang untuk Elang. Tapi tanpa kamu, Cakra, aku
nggak akan bisa mengutarakan perasaanku ke Elang.
Thanks, Cakra… I hope you will come back…
Elang merangkulku semakin erat.
“Supaya Cakra nggak sia2 bikinin rencana buat aku, aku
nggak akan nyakitin kamu, Ra…” kata’y. “I love you, Dara.”
“I love you too, Elang…”
END
0 komentar:
Posting Komentar